Sejarah Desa

Sejarah Desa Kedungbang 

Desa Kedungbang merupakan desa yang terletak di Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Tayu memiliki 21 desa, salah satunya yaitu Desa Kedungbang. Desa Kedungbang memiliki 9 RT dan 2 RW. Perbatasan kecamatan Tayu terletak pada perbatasan Utara yang merupakan Desa Pundenrejo Kecamatan Tayu, sebelah barat adalah Desa Bendokaton Kidul Kecamatan Tayu, sebelah timur adalah Desa Tendas Kecamatan Tayu, dan sebelah selatan adalah Desa Sumberrejo Kecamatan Gunungwungkal. Penduduk terkecil di Tayu ada pada Desa Tunggulsari yang berjumlah 864 jiwa. Agama di Desa Kedungbang 100% beragama Islam. Jumlah penduduknya kurang lebih 2000-an jiwa. Saat ini mayoritas mata pencaharian Desa Kedungbang adalah petani, berkebun, dan buruh tani. 

Desa Kedungbang muncul sejak zaman Belanda. Dahulu, Desa Kedungbang dibagi menjadi 3 perdukuhan yaitu perdukuhan sebelah timur bernama Keboromo, sebelah tengah bernama Kampung Anyar, dan sebelah barat bernama Kedungbang. Pada saat itu, perdukuhan tersebut dibawah naungan kabupaten. Sehingga, 3 perdukuhan tersebut terpecah menjadi desa, yaitu desa Keboromo, desa Kampung Anyar, dan desa Kedungbang. Sebelah timur Desa Kedungbang terdapat sumur, sumur tersebut dahulu akan didirikan masjid oleh wali, namun seiring berjalannya waktu sumur tersebut telah dirdirikan menjadi masjid Mbah Abdullah Asyiq Kiringan yang terletak di Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Sehingga, saat ini dimaknai bahwasanya setiap warga yang memiliki hajat akan melakukan kunjungan pemakaman untuk bertawassul (meminta pertolongan Allah SWT dengan menggunakan perantara agar terpenuhi hajatnya dalam mendapatkan manfaat) dengan tujuan terkabulnya hajat. 

Pimpinan pertama Desa Kedungbang dipimpin oleh Karto Tumbu (periode Belanda), Kromo Tuban (periode Belanda), Suro Wardi (periode 1928-1939), Sutikno (periode 1940-1942), Sukandar (periode 1943-1975), Yatmu Mahmud (periode 1976-1988), Mat Rozi (periode 1989-2003), Edi Wahyudi (periode 2004-2014), Maskuri (periode 2015-2020), dan Maskuri (periode 2021-2027). Selain itu, terdapat Sumarufik sebagai Penanggung Jawab (PJ) Kepala Desa Kedungbang periode 2003-2004.

Nama Kedungbang diberikan berdasarkan kesepakatan bersama pada orde lama. Istilah Kedungbang berasal dari bahasa Jawa yaitu Kedung yang berarti “bagian sungai yang terbendung” dan bang yang berarti abang (merah). Dari istilah tersebut, dapat disimpulkan bahwa Kedungbang memiliki arti sungai yang terbendung berwarna merah. Berwarna merah tersebut mengidentifikasikan sungai yang berwarna coklat yang berada di jembatan Desa Kedungbang. Namun, terdapat cerita sejarah yang menceritakan bahwasanya istilah Kedungbang berasal dari cerita masa lampau yaitu ketika Saridin dipukul dan ditusuk menggunakan bambu saat memperebutkan warisan, lalu beliau berlari ke kedung (sungai) sehingga kedung berwarna merah. Sampai saat ini, bambu yang dipergunakan untuk memukul dan menusuk Saridin masih berada di Perengan (tebing tepi sungai). 

Dalam cerita sejarah masa lampau tersebut, terdapat tokoh yang berperan penting dalam terbentuknya sejarah desa Kedungbang, beliau bernama Raden Bagus Larmongo atau biasa disebut Mbah Sentono, beliau merupakan warga pertama yang menduduki Desa Kedungbang. Mbah Abdullah Asyiq merupakan guru dari Raden Bagus Larmongo. Raden Bagus Larmongo pernah diperintahkan Mbah Abdullah Asyiq untuk mengaji di Muria, dengan tujuan mendapatkan ilmu dan wawasan. Beberapa tahun kemudian, Mbah Sentono meninggal dunia dan yang menjadi juru kunci pertama kali adalah Suro Gendeng. Mbah Sentono dimakamkan di RT 4 RW 2, Desa Kedungbang. Di lingkungan makam tersebut terdapat makam Mbah Sentono, sumur  peninggalan Mbah Sentono, dan Aula. 

 

Identitas Narasumber

Bapak Sumarufik merupakan salah satu perangkat Desa Kedungbang yang menjabat sebagai Tata Usaha (TU) dan Administrasi Umum. Pada 2003-2004 beliau menjabat sebagai Penanggung Jawab (PJ Kades). Beliau merupakan tokoh yang berperan penting di Desa Kedungbang karena beliau mengetahui beberapa informasi sejarah Desa Kedungbang. Oleh karena itu, Bapak Sumarufik diperintahkan untuk menyampaikan peristiwa-peristiwa di masa lampu terutama pada sejarah Desa Kedungbang di depan khalayak ramai (informasi yang disampaikan sebatas informasi yang beliau ketahui).

Penulis: Fita Oktaviana - Sastra Indonesia (Mahasiswi KKN Universitas Diponegoro 2023)